Jakarta–Beritasatunews.id: Aktivis Perempuan dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan (JKUPI) yang diwakili oleh akademisi dan ulama perempuan, Nur Rofiah, memberi dukungan kepada Ketua DPR Puan Maharani untuk pengesahan RUU TPKS.
Nur Rofiah mengatakan, kemaslahatan perempuan sejatinya merupakan sebuah perspektif yang wajib tercakup dalam pemikiran Islam, yang senantiasa bertujuan untuk mewujudkan sistem kehidupan sebagai anugerah bagi seluruh manusia, termasuk perempuan.
“Perempuan itu memiliki sistem reproduksi dan pengalaman biologis yang berbeda dengan lelaki. RUU TPKS harus concern dengan pengalaman dan dampak biologis yang dialami perempuan. Pembuktian iman kepada Allah itu adalah dengan berupaya mewujudkan kemaslahatan tersebut,” katanya.
BACA JUGA: Ketua DPR RI Puan Maharani Komit Perjuangkan Pengesahan RUU TPKS
Nur Rofiah juga menyampaikan, salah satu poin yang menjadi hasil musyawarah keagamaan dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia pertama yang diadakan pada 2017 silam menegaskan, hukum melakukan kekerasan seksual (KS) adalah haram, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Dengan landasan tersebut, JKUPI sangat mendukung RUU TPKS karena merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut.
Selain berupaya memberi dukungan secara intelektual melalui berbagai pemikiran, JKPUI juga melakukan dukungan spiritual.
“Kami sudah membuat acara doa bersama, atau istigosah kubro via zoom untuk mendoakan agar RUU TPKS bisa segera disahkan. Pesertanya itu, Mbak Puan, kalau zoom meeting satu akun satu orang, di istigosah ini satu akun satu pesantren.
Jadi, kalau sampai ada yang menolak RUU TPKS dengan mengatasnamakan Islam, percayalah Mbak, yang mendukung jauh lebih banyak,” kata Rofiah dengan suara lantang.
Sementara itu aktivis perempuan dari Komika, Sakdiyah Ma’ruf, serta pekerja kreatif dan influencer Renny Fernandez juga menyatakan dukungan tegasnya untuk RUU TPKS.
“Perempuan pekerja seni itu kerap dihadang banyak stigma dan halangan, Mbak Puan. Padahal, seni budaya itu potensi bangsa juga. Tapi dalam banyak kesempatan, kami tidak bisa lepas dari bayang-bayang kekerasan seksual. Jadi, bagaimana menciptakan sebanyak mungkin ruang aman bagi perempuan untuk bisa berkembang dengan baik dan leluasa,” kata Sakdiyah.
Ia menggaris bawahi, urgensi RUU TPKS yang diharapkannya bisa membantu pencegahan, juga pemenuhan pemulihan korban.
“Kita perlu menjamin tercapainya peningkatan kesadaran bersama. Enough is enough! Korbannya sudah terlalu banyak. Pekerjaan rumah generasi ini yang harus diselesaikan adalah penghapusan kekerasan seksual. Jangan sampai kekerasan seksual ini jadi hal yang diwariskan ke generasi berikutnya,” katanya dengan suara bergetar.
Renny Fernandez dengan semangat berapi-api juga memberi masukan. Pekerja kreatif yang juga influencer ini menceritakan tentang kegelisahan yang merebak di kalangan pegiat media karena belum kunjung disahkannya RUU TPKS.
“Kami penasaran sekali, kendalanya apa sampai RUU TPKS belum kunjung disahkan. Siapa yang menjegal? Apa perempuan harus turun berhadapan dengan para penjegalnya? Ada sekitar 5.000 orang jadi korban kekerasan seksual tiap tahun, bila merujuk data dari Komnas Perempuan. Sudah saatnya Indonesia punya Undang-undang TPKS. Kami semua mendukung Mbak Puan, dan kami ingin menegaskan, Mbak Puan tidak sendirian,” tegas Renny.
Berbagai lembaga dan komunitas kian merapatkan barisan untuk mendukung pengesahan RUU TPKS ini. Perwakilan dari beberapa lembaga dan komunitas bertemu dan berdialog dengan Ketua DPR RI Puan Maharani di selasar gedung Nusantara di Komplek DPR RI. * B1N-Zal/Ril