Ragam  

Saatnya Menjadi Pemilih Bermartabat

Menyikapi pentingnya perhelatan demokrasi kepemimpinan politik pada saat ini, keterlibatan aktif masyarakat sangatlah diharapkan. Dalam konteks ini, masyarakat merupakan elemen utama lahirnya pemimpin di daerah yang memiliki legitimasi dan juga berkualitas.

Pengabaian masyarakat terhadap peralatan demokrasi ini beresiko munculnya pemimpin daerah yang tidak diharapkan. Ironisnya, seberapa kualitas pemimpin yang muncul memiliki legitimasi politik yang kuat karena lahir dari prosedur yang normal.

Menolak Golput
Secara sederhana “golput” merupakan sikap politik masyarakat untuk tidak ikut berpartisipasi dalam event pemilihan umum. Pada masa orde baru, golput lazim digunakan oleh kalangan mahasiswa dan pemuda sebagai sikap protes terhadap rezim yang telah mengebiri hak politik warga negara.

Hanya, pada masa orde baru sikap golput diekspresikan dengan tetap mencoblos surat suara tetapi tidak pada tempatnya. Sehingga surat suara menjadi tidak sah. Golput pada masa orba merupakan ekspresi sikap idealisme masyarakat terpelajar.

Jadi, golput pada masa lalu lebih cenderung sebagai gerakan protes terhadap sistem dalam kebijakan politik dari rezim yang ada. Khususnya kebijakan politik yang dinilai oleh hampir semua pendukung golput sebagai penghambat demokratisasi politik.

Mungkin golput merupakan bagian dari aspirasi politik yang strategis pada masa orba, ketika kebebasan politik benar-benar sangat terbatas. Di era sekarang golput bukan lah pilihan yang tepat dan strategis. Mengapa? Karena saat ini asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (liber judil) telah terpenuhi dengan baik. Sehingga hasil dari pemungutan suara pun merupakan perwujudan nyata dari suara masyarakat.

Pemimpin yang terpilih merupakan cerminan mayoritas masyarakat yang berpartisipasi dalam pemilihan. Maka, merupakan hal yang ironis jika pada era keterbukaan dan kebebasan ini, masyarakat justru tidak menggunakan hak politiknya secara tepat dan strategis. Rendahnya tingkat kehadiran pemilih ke tempat pemungutan suara memberikan gambaran bahwa masyarakat masih belum melek terhadap keterbukaan politik ini.

Jika kita menarik kesimpulan, golput di era baru banyak dilatarbelakangi oleh keadaan dan kecerdasan politik yang tinggi, golput di daerah sekarang rasanya lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak kecerdasan politik dan kemalasan.

Tolak Politik Uang
Selain golput sebagai ancaman rendahnya partisipasi pemilih, politik uang juga menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi terwujudnya perhelatan demokrasi yang bermartabat. Politik uang atau yang lebih dikenal dengan money politik merupakan tindakan amoral dalam demokrasi.

Politik uang biasa dilakukan oleh para pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan sengaja ingin memberikan noda terhadap perhelatan demokrasi. Politik uang pada umumnya dilakukan oleh serigala-serigala politik yang ingin merampok marwah demokrasi. Mereka ingin mendapatkan kekuasaan secara instan, yaitu dengan cara membeli hak secara tidak benar dengan masyarakat yang berpikir pendek dan sesaat.

Minimal ada tiga bentuk jika percepatan demokrasi dimenangkan atau dirampok oleh pelaku politik uang.

Pertama, kekuasaan politik hanya akan di hegemoni oleh kekuatan pemodal yang telah membiayai calon penguasa dengan menggunakan kekuatan modal finansial.

Kedua, sangat dimungkinkan pemimpin yang terpilih merupakan pemimpin yang cacat moral dan intelektual.

Ketiga, ancaman bahaya korupsi di depan mata karena mereka pasti berupaya untuk balik modal. Sebagai masyarakat cerdas dan beradab, seyogyanya kita menghindarkan diri dari money politik dan proaktif untuk menyuarakan semangat menolak politik uang. Biarlah masyarakat menyalurkan aspirasi politik dan pilihannya berdasarkan hati nurani.

Saatnya kita mewujudkan demokrasi yang bermartabat. Demokrasi yang bermartabat akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang terhormat dan bermartabat. Sedang pemimpin yang bermartabat akan dapat dilahirkan oleh masyarakat-masyarakat memilih yang menyalurkan aspirasinya secara bermartabat pula. ***